Kamis, 17 Desember 2009

Cermin

Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith,
mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka
butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah
meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.

Sekarang waktunya untuk
membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan
lagi.

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan
benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di
antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan
mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh,
cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru
aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di
ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang
menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Demikianlah, cermin
itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang
yang
memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka
mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk
dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak
peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat
barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual.
Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak,
bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith.
"Berapa harga cermin itu?"
katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang.
"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda
sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat
bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang
pantas untuk
cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek
dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm
... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar."
Dengan wajah
berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar
dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

"Terima kasih," kata Mrs. Smith,
"Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika
boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli..

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya
dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran
bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan
muncullah warna keemasan dari baliknya.

Bingkai cermin itu ternyata
bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya
hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!

"Ya, tepat seperti
yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak
bisa
berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik
barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang
sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup
kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita
inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita
jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi
bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama
halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai
cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung
di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat
memperkaya hidup kita.

Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita
alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku
satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk
kita.

Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?

Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak
seperti yang kita inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah
terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut.
Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu
tidak.

Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup
hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan
menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai
menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal
orang lebih baik.

Mari kita melakukan sesuatu yang baru.

Mari
kita membuat perbedaan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar